Jumat, 15 Februari 2013

Solusi untuk Permasalahan Rokok di Indonesia

- 1 komentar
Ada hal menarik yang ingin saya sampaikan kepada para pembaca. Ketika surving video di YouTube kemarin (02/14/2013). Saya menemukan sebuah video yang sungguh membuat wajah kita sebagai bangsa Indonesia malu. Sebuah liputan khusus semi dokumenter tentang problematika rokok yang berjudul  Sex, Lies & Cigarettes': Vanguard Sneak Peek "menelanjangi" fenomena rokok yang terjadi di Indonesia.


Video berdurasi 42:45 detik tersebut mengungkap fakta mengenai Industri dan bisnis Rokok di Indonesia, Penetrasi Rokok dalam masyarakat Indonesia. Dalam Konferensi Dunia untuk Tembakau 2010 Koresponden Christof Putzel pergi menyelinap dan melakukan pembicaraan dengan karyawan perusahaan tembakau. Ia juga melakukan wawancara dan investigasi langsung mengenai bocah perokok terkecil di Dunia serta memaparkan mengenai fakta-fakta cengkraman bisnis tembakau global di Indonesia.

Sejak lama kita terjerembak dalam "lingkaran neraka" ini. Sudah saatnya berbenah, memperbaiki diri bukan hanya karena sorotan media asing, tetapi karena kesadaran sendiri terhadap bahaya merokok dan pentingnya menjaga kesehatan. 

Berbicara mengenai industri rokok dan pola penetrasinya di Indonesia, begitu hangat untuk dibahas. Dari yang dapat saya amati dan sederhanakan. Ada dua hal yang seharusnya menjadi perhatian utama (yang harus dilindungi):

1. Nasib petani tembakau yang gulung tikar bila pabrik rokok ditutup
2. Anak-anak dibawah usia remaja yang mengonsumsi rokok

Dari permasalahan tersebut saya coba memberikan solusi berdasar opini saya.

1. Mengenai nasib petani tembakau. Hal ini sangat berkaitan dengan peran pemerintah, ada dua opsi yang tersedia, yaitu : 
a. Jika pemerintah memutuskan untuk melarang atau menghentikan produksi rokok di Indonesia, maka yang perlu dicarikan solusi bagi petani tembakau adalah menyediakan alternatif tanaman yang nilai jual/keuntungannya sama ketika mereka menanam tembakau. Atau dengan solusi kedua, membiarkan para petani menanam tembakau, tetapi tidak dipasarkan ke pabrik rokok melankan diolah menjadi produk lain yang lebih berguna dan menyehatkan. Untuk solusi kedua ini, tentu dibutuhkan riset bagaimana menemukan olahan bermanfaat dari tembakau agar pemanfaatan tembakau menjadi rokok dapat ":dialihkan" ke komoditi lain.
b. Pemerintah tetap mengijinkan eksistensi pabrik rokok, tetapi harus dikawal dengan peraturan super ketat mengenai kandungan zat kimianya, dan kalau perlu membuat peraturan yang menekan produktifitas produsen agar peredaran rokok dipasar dapat dikurangi. Jika hal ini bisa dilakukan, maka solusi lebih lanjutnya adalah membatasi tingkat usia konsumen rokok. Bagaimana caranya...?

2. Mencegah anak dibawah usia remaja mengkonsumsi rokok. Secara tradisional tentu menghimbau pedagang untuk tidak menjual rokok pada pelanggan di bawah umur? Lantas, apakah itu efektif? Bukankah pedagang tidak peduli dan cenderung mencari keuntungan? Hanya pedagang jujur yang bisa melakukannya.
Ya, Tepat sekali. Kita harus menyerahkan penjualan rokok pada para pedagang jujur. Tapi pedagang jujur yang saya maksudkan di sini bukanlah manusia. Karena kejujuran manusia sifatnya fluktuatif, maka kita harus menyerahkannya pada pedagang yang konsisten dengan kejujurannya.
Saya coba mencontoh gebrakan jenius dari pemerintah Jepang (dengan beberapa modifikasi) mengenai hal ini. 

Kita perlu membuat sebuah vending machine super canggih yang hanya dapat melayani pembeli dengan tingkat usia tertentu saja. Dengan batasan seorang hanya boleh maksimal membeli satu bungkus rokok per hari.

Transaksi pembelian rokok dilakukan di vending machine canggih yang disediakan di titik-titik tertentu. Pemerintah mengatur secara tegas agar produsen hanya boleh menempatkan/menjual produknya pada vending machine (ada sanksi jelas). Setiap vending mesin ini terhubung dengan database penduduk milik pemerintah (sehingga dapat menyeleksi pembeli berdasar usianya). Yang bisa membeli di vanding machine ini hanya mereka yang usianya mencukupi (misal 18th).

taspo
kartu khusus perokok Jepang

Bagaimana agar pembeli/konsumen hanya berasal dari kisaran usia tertentu?
Bagi para perokok "cukup usia" yang tetap ingin merasakan nikmatnya merokok, harus mendaftar dengan biaya yang cukup besar kepada pemerintah untuk memperoleh kartu khusus. Karena, "hanya" dengan kartu ini mereka dapat membeli rokok di vanding machine. Kartu khusus ini hanya diperuntukan bagi mereka usia kerja, (sistem ini membutuhkan manajemen database kependudukan yang baik), sehingga bagi yang belum cukup umur tidak akan mungkin memperoleh kartu ini. Perokok yang hendak membeli di vanding machine wajib memasukan kartu tersebut ketika hendak membayar. Vanding machine yang sebelumnya terhubung dengan pusat database memberikan konfirmasi bahwa pemilik kartu telah membeli 1 bungkus rokok, dan akunnya pada hari itupun tertutup, harus menunggu besok untuk membeli rokok kembali (hanya boleh membeli maksimal satu bungkus dalam sehari. 

Transaksi pembelian rokok dilakukan di vending machine canggih yang disediakan di titik-titik tertentu. Pemerintah mengatur secara tegas agar produsen hanya boleh menempatkan/menjual produknya pada vending machine (ada sanksi jelas). Setiap vending mesin ini terhubung dengan database penduduk milik pemerintah (sehingga dapat menyeleksi pembeli berdasar usianya). Yang bisa membeli di vanding machine ini hanya mereka yang mencapai usia kerja (misal 18th).

vending machine (ilustrasi)

Keunggulan dari produk ini adalah dari segi kebijakan. 
1. Pemerintah membuat peraturan jelas dan tegas pada produsen untuk mendistribusikan hanya pada vending machine. 
2. Mesin mengatur pembatasan konsumsi rokok secara jelas dan efektif. 
3. Proses pembuatan kartu tidak dipermahal melainkan diperpanjang (minimal 2 minggu dan ada pemberitahuan tentang jangka waktu ini) agar calon konsumen berpikir dua kali untuk merokok karena proses mendapat kartu yang panjang.
4. Karena ini menggunakan database yang terintegrasi , maka tidak ada kekhawatiran tentang tingkat usia yang tidak tepat sasaran.

Kendala
1. Realisasi vending machine ini tentu membutuhkan riset yang mendalam dan biaya yang besar, namun ini tidak menjadi masalah jika pemerintah punya niat baik untuk menekan konsumsi rokok. *Elektronika
2. Diperlukan database penduduk yang akurat (terutama mengenai usia) dan terintegrasi dengan baik.*Sistem Informasi
3. Ketegasan pemerintah untuk membuat kebijakan yang "memaksa" produsen menjual produknya hanya melalui vending machine.*Hukum

Yang perlu ditekankan di sini, setiap orang memiliki persepsi masing-masing tentang bahaya merokok. Saya dan (mungkin) anda bisa saja menolak/membenci rokok dan/atau perokoknya dengan seribu alasan logis. Namun, perokok tentu punya alasan sendiri yang menurutnya sesuai, dan kita jelas tak punya kewenangan untuk "memaksanya" meninggalkan rokok. Tulisan ini saya maksudkan sebagai alternatif dan pencegahan agar rokok dan/atau perokok tidak berdampak buruk terhadap kaum yang seharusnya dilindungi (Petani tembakau, dan anak-anak)
Jika ini bisa diterapkan, saya sangat yakin dapat mengurangi konsumsi rokok di Indonesia tanpa mengganggu pihak yang seharusnya dilindungi (petani dan anak-anak di bawah umur)

oleh
Hidayahtullah Abdi Robhani
Yogyakarta, 15 Februari 2013

Artikel penyelesaian masalah inovatif ini telah diklaim untuk menggikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Gagasan Tertulis (GT) oleh karena itu, mohon tidak memplagiat gagasan individu, berusalah kreatif dan inovatif dengan gagasan sendiri. Mari, ciptakan gerakan Indonesia Maju bebas Plagiat!
[Continue reading...]

Senin, 04 Februari 2013

Kesibukan di Masa Pengisian KRS

- 0 komentar
Assalamualaikum, Sobat!

Rasanya sudah lama saya tidak menulis lagi di blog tercinta ini. Setelah postingan terakhir, kali ini saya kembali dengan beberapa pengalaman untuk diceritakan kepada sobat sekalian. 

Saya kembali merasakan, betapa repotnya menjadi seorang mahasiswa, hehe. Dituntut untuk mandiri, seorang mahasiswa sebisa mungkin melakukan aktivitasnya tanpa harus tergantung dan diintervensi oleh orang lain. Termasuk ketika hendak memilih matakuliah yang akan diemban pada semester berikutnya. Meski masih "newbie" dengan masalah ini, karena ketika SMA tidak ada sistem pemilihan mata pelajaran seperti saat ini, namun saya menyambutnya dengan sangat antusias. Sebab, inilah hal yang saya inginkan, bebas menentukan sesuai hati nurani dan gagasan saya--asal kita tetap memegang teguh prinsip kebenaran-- meski itu tidak untuk semua mata kuliah, karena ada juga matakuliah wajib yang tidak bisa memilih mana yang harus diambil atau tidak.

hanya ilustrasi


Lima hari kedepan, terhitung sejak hari ini [4 Februari 2013] saya harus menentukan mata kuliah apa saja yang akan saya emban pada semester berikutnya. Namun menentukan pilihan bukanlah hal yang mudah, saya bahkan menemukan kesulitan terutama dalam memilih matakuliah apa yang akan diambil. Hal itu karena ketidak tahuan/kurangnya informasi tentang matakuliah dan/atau dosen pengampunya. Akan tetapi saya tetap optimis untuk memilih sesuai dengan visi saya kedepan.

Meski boleh mengambil maksimal 24 SKS pada semester depan, tetapi kurikulum 2011 sendiri merancang bahwa penjurusan dimulai pada semester 3. Sehingga kalau memaksakan 24 SKS semester depan, saya khawatir akan berdampak pada tidak maksimalnya raihan IP. Pada semester ini, insya Allah, saya akan mengambil 19 SKS mata kuliah wajib dan 2 SKS mata kuliah pilihan Termodinamika (total 21 SKS). Semoga ini menjadi pilihan yang terbaik, Aamiin.
[Continue reading...]
 
Copyright © . Electronism - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger